Kota Palangka Raya- Hakim Kabulkan 2 Tahun Potongan Hukuman, Haryono Ajukan Kasasi Berita Populer Palangka Raya. Pengadilan Tinggi Palangka Raya akhirnya memutuskan banding dalam kasus penembakan dan pembunuhan sopir ekspedisi di Katingan, Kalimantan Tengah (Kalteng). Muhammad Haryono, salah satu terdakwa yang sebelumnya divonis 8 tahun penjara, berhasil mendapatkan keringanan hukuman menjadi 6 tahun setelah mengajukan banding. Namun, pihaknya masih belum puas dan berencana mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA).
Latar Belakang Kasus Tragedi Penembakan Sopir Ekspedisi
Kasus ini berawal dari insiden tragis pada November 2024, ketika Budiman Arisandi, sopir ekspedisi asal Banjarmasin, Kalimantan Selatan (Kalsel), tewas ditembak oleh mantan anggota Polresta Palangka Raya, Anton Kurniawan Stiyanto. Haryono, yang saat itu berada di lokasi, dituduh membantu Anton membuang mayat korban dan menghilangkan bukti kejahatan.
Meskipun bukan pelaku penembakan langsung, Haryono dijerat dengan pasal pembantuan pembunuhan berencana (Pasal 340 KUHP jo Pasal 55 KUHP). Sementara Anton, sebagai pelaku utama, divonis lebih berat.
Vonis Banding: Hukuman Dipotong 2 Tahun
Pada sidang banding yang digelar Senin (30/6/2025), majelis hakim Pengadilan Tinggi Palangka Raya mempertimbangkan sejumlah fakta baru, termasuk status Haryono sebagai Justice Collaborator (JC) yang membantu pengungkapan kasus.
Hakim menyatakan:
“Meskipun terdakwa terlibat dalam penghilangan bukti, perannya sebagai Justice Collaborator patut dipertimbangkan. Oleh karena itu, hukuman sebelumnya dikurangi menjadi 6 tahun penjara.”
Namun, kuasa hukum Haryono, Parlin B Hutabarat, menyatakan ketidakpuasan. Menurutnya, vonis 6 tahun masih terlalu berat karena kliennya tidak mengetahui rencana pembunuhan dan hanya terpaksa terlibat setelah kejadian.

Baca Juga: Urban Farming Bibit Cabai dan Tanaman Buah Tarik Perhatian Warga Palangka Raya Saat CFD
Parlin menjelaskan bahwa pihaknya akan segera mengajukan kasasi dengan beberapa alasan:
-
Tidak Ada Unsur Kesengajaan – Haryono tidak merencanakan pembunuhan dan hanya membantu Anton dalam keadaan tertekan.
-
Peran sebagai Justice Collaborator Tidak Diakui Maksimal – Padahal, keterangan Haryono membantu penyidik mengungkap modus kejahatan.
-
Kondisi Psikologis Terabaikan – Hakim dinilai tidak mempertimbangkan tekanan mental yang dialami Haryono saat kejadian.
“Klien kami tidak tahu akan terjadi penembakan. Anton sendiri mengakui bahwa dia bertindak spontan. Haryono hanya berada di tempat yang salah pada waktu yang salah,” tegas Parlin.
Reaksi Keluarga Korban
Sementara itu, keluarga Budiman Arisandi menyatakan kekecewaan atas pengurangan hukuman. Mereka menuntut keadilan penuh, mengingat korban meninggal secara tragis dan mayatnya sempat dibuang.
“Kami ingin semua pelaku dihukum seberat-beratnya. Ini bukan hanya soal pembunuhan, tapi juga penghilangan mayat yang sangat tidak manusiawi,” ungkap salah satu keluarga korban.
Dengan diajukannya kasasi, kasus ini akan bergulir ke Mahkamah Agung. Jika MA menolak, vonis 6 tahun akan menjadi tetap. Namun, jika kasasi dikabulkan, ada kemungkinan hukuman Haryono akan dikurangi lagi atau bahkan dibebaskan.
Beberapa pengamat hukum menilai, keputusan hakim banding sudah cukup proporsional mengingat peran Haryono yang tidak langsung melakukan pembunuhan. Namun, ada juga yang berpendapat bahwa keterlibatannya dalam penghilangan bukti seharusnya tetap dihukum berat.